Selamat datang di Media Informasi Desa Gapluk Kecamatan Purwosari Kabupaten Bojonegoro Profinsi Jawa Timur

.

.
Home » » Bojonegoro, Potret Daerah Kaya Potensi Migas tapi Dana Cupet

Bojonegoro, Potret Daerah Kaya Potensi Migas tapi Dana Cupet

Written By Unknown on Minggu, 28 Juni 2015 | 05.39

Bojonegoro, Potret Daerah Kaya Potensi Migas tapi Dana Cupet


Bogor (beritajatim.com)--Sejak Senin (15/06), reporter beritajatim.com di wilayah liputan Kabupaten Bojonegoro mengikuti workshop tentang Peningkatan Peliputan Tata Kelola Sektor Migas di Indonesia, dengan tema Menguak Perdebatan Revisi Undang-undang Migas. Workshop digelar terakhir hari Rabu (17/06/2015).

Workshop yang digelar Natural Resource Governance Institute (NRGI) bersama dengan Bojonegoro Institute (BI) dan Publish What You Pay Indonesia itu berlangsung di Bogor. Diikuti oleh 24 jurnalis lokal dan nasional, serta menghadirkan narasumber yang berkompeten tentang migas.

Seperti Harry Surjadi, Jurnalis Senior dan Pelatih Jurnalis, Aktifis Lingkar Studi CSR, Jalal, Koodinator Publish What You Pay Indonesia, Maryati Abdullah, dan Kemenko dan Extractive Industry Transparency Initiative (EITI), Andi Novianto. Hadir juga Kepala Dinas Perpajakan dan Pungutan SKK Migas, A. Rinto Pudyantoro, serta anggota Komisi VII DPR-RI Setya Widya Yudha.

Dalam workshop yang digelar di Hotel Savero Golden Power, Jalan Padjajaran itu membahas perdebatan yang terjadi terkait dengan penyusunan Revisi Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi nomor 22 tahun 2001. Sejauh ini perdebatan soal Revisi UU Migas tersebut masih terus berkembang dari berbagai sektor.

Dalam diskusi yang dilakukan selama tiga hari itu, salah satunya perdebatan yang terjadi dalam penyusunan Revisi UU Migas itu yakni tentang tata kelola yang mendasar, di antaranya, prinsip konstitusional, transparansi, akuntabilitas dan jaring pengaman, serta ketahanan energi.

Dari berbagai isu krusial tersebut, beberapa rekomendasi yang muncul dalam Revisi Undang-undang Migas tersebut di antaranya, pengelolaan migas harus menghadirkan sistem yang transparan dan akuntabel.

Dalam diskusi dari berbagai jurnalis dan narasumber, menyebutkan ada beberapa isu yang harus diangkat dalam RUU migas tersebut.

Di antaranya, tentang kejelasan pelibatan daerah penghasil migas dalam pembagian Participating Interest (PI). Bahwa daerah mendapatkan bagian Participating Interest sebesar 10 persen. Pengelolaan PI di tingkat daerah ini juga harus jelas agar daerah penghasil tidak dirugikan jika nilai ekonomi daerah tidak mumpuni.

Seperti pengalaman di Kabupaten Bojonegoro. Pemkab Bojonegoro juga menerima PI sebesar 10 persen di Blok Cepu. Namun karena kekuatan APBD daerah saat itu hanya sekitar Rp 800 miliaran, sehingga daerah pun kemudian menggandeng perusahaan swasta. Total yang harus dibayar Pemkab dari 10 persen PI itu sebesar Rp 2,7 triliun.

Selanjutnya 10 persen PI ini direvisi setelah ada kesepakatan di Semarang. Pemkab Bojonegoro kemudian hanya mendapat 4,4 persen, Kabupaten Blora 2,1 persen, Provinsi Jawa Timur 2,2 persen dan Provinsi Jawa Tengah 1,6 persen.

"Adanya ketentuan PI sebenarnya menguntungkan bagi daerah penghasil, karena daerah punya kepemilikan saham dan terlibat dalam pengelolaan. Namun karena kemampuan fiskal pemkab tidak mumpuni kemudian menggandeng perusahaan swasta," ujar Direktur Bojonegoro Institute (BI), AW Syaiful Huda dalam diskusi.

Pemkab Bojonegoro untuk mengelola PI menggandeng Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yakni PT ADS. Karena PT ADS juga tidak memiliki modal sehingga menganggandeng perusahaan swasta, PT SER. Dalam perjanjian kerjasamanya itu, disebutkan ketika eksploitasi migas sudah berproduksi dan menghasilkan bagian PI yang diterima pemkab sebesar 25 persen dan PT SER 75 persen.

"Sampai hari ini pemkab belum menerima sama sekali deviden dari kepemilikan PI. Soalnya belakangan diketahui ternyata PT SER sebenarnya tidak mempunyai dana sebagaimana yang dijanjikan pada pemkab. PT SER meminjam dana ke perusahaan China Senangol. Sehingga dipakai PT SER membayar hutang kepada perusahaan tersebut," lanjutnya.

Dalam workshop itu selain keterlibatan daerah penghasil dalam pelibatan PI, isu krusial dalam penyusunan RUU Migas turut dibahas, di antaranya format kelembagaan pengelola sektor migas nasional harus mampu menjamin tata kelola migas nasional yang efektif.

Selanjutnya, pembahasan soal pentingnya mengakomodasi konsep petrolium fund dalam RUU Migas itu. Petrolium Fund merupakan konsep untuk pencadangan dan pengembangan energi baru terbarukan untuk menopang ketahanan energi nasional.

"Kelembagaan sektor hulu Migas berbentuk BUMN Khusus (Pemegang kuasa pertambangan, mengelola lapangan sendiri atau melakukan KKS dengan pihak lain) dan perlu dibentuk Badan Pengawas (Mengawasi Kegiatan Hulu dan Hilir, diangkat dan bertanggungjawab kepada Presiden, dan bersifat Multipihak)," ujar Koordinator Koalisi Publish What You Pay Indonesia, Maryati Abdullah dalam materinya. Repos, KIM Gapluk Ceria
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

RENUNGAN UJ

HIBURAN RUMIYIN

FOTO

FOTO
 
Kelompok Informasi Masyarakat : KIM Gapluk Ceria Desa Gapluk Kecamatan Purwosari Kabupaten Bojonegoro