Masa kehidupan sejarah Indonesia kuno
ditandai oleh pengaruh kuat kebudayaan Hindu yang datang dari India
sejak abad I yang membedakan warna kehidupan sejarah Indonesia jaman
Madya dan jaman Baru. Sedangkan Bojonegoro masih dalam wilayah kekuasaan
Majapahit, sampai abad XVI ketika runtuhnya kerajaan Majapahit,
kekuasaan pindah ke Demak, Jawa Tengah. Bojonegoro menjadi wilayah
kerajaan Demak, sehingga sejarah Bojonegoro kuno yang bercorak Hindu
dengan fakta yang berupa penemuan-penemuan banyak benda peninggalan
sejarah asal jaman kuno di wilayah hukum Kabupaten Bojonegoro mulai
terbentuk. Slogan yang tertanam dalam tradisi masyarakat sejak masa
Majapahit “sepi ing pamrih, rame ing gawe” tetap dimiliki sampai
sekarang.
Bojonegoro sebagai wilayah kerajaan
Demak mempunyai loyalitas tinggi terhadap raja dan kerajaan. Kemudian
sehubungan dengan berkembangnya budaya baru yaitu Islam, pengaruh budaya
Hindu terdesak dan terjadilah pergeseran nilai dan tata masyarakat dari
nilai lama Hindu ke nilai baru Islam tanpa disertai gejolak. Raden
Patah, Senopati Jumbun, Adipati Bintoro, diresmikan sebagai raja I awal
abad XVI dan sejak itu Bojonegoro menjadi wilayah kedaulatan Demak.
Dalam peralihan kekuasaan yang disertai pergolakan membawa Bojonegoro
masuk dalam wilayah kerajaan Pajang dengan raja Raden Jaka Tinggkir
Adipati Pajang pada tahun 1568.
Pangeran Benawa, putra Sultan Pajang,
Adiwijaya merasa tidak mampu untuk melawan Senopati yang telah merebut
kekuasaan Pajang 1587. Maka Senopati memboyong semua benda pusaka kraton
Pajang ke Mataram, sehingga Bojonegoro kembali bergeser menjadi wilayah
kerajaan Mataram. Daerah Mataram yang telah diserahkan Sunan Amangkurat
kepada VOC berdasarkan perjanjian, adalah pantai utara Pulau Jawa,
sehingga merugikan Mataram.
Perjanjian tahun 1677 merupakan
kekalahan politik berat bagi Mataram terhadap VOC. Oleh karena itu,
status kadipaten pun diubah menjadi kabupaten dengan wedana Bupati
Mancanegara Wetan, Mas Toemapel yang juga merangkap sebagai Bupati I
yang berkedudukan di Jipang pada tanggal 20 Oktober 1677.
Maka tanggal, bulan dan tahun tersebut ditetapkan sebagai HARI JADI KABUPATEN BOJONEGORO.
Pada tahun 1725 Susuhunan Pakubuwono II naik tahta. Tahun itu juga
Susuhunan memerintahkan agar Raden Tumenggung Haria Mentahun I
memindahkan pusat pemerintahan kabupaten Jipang dari Padangan ke Desa
Rajekwesi. Lokasi Rajekwesi ± 10 Km di selatan kota Bojonegoro. Sebagai
kenangan pada keberhasilan leluhur yang meninggalkan nama harum bagi
Bojonegoro, tidak mengherankan kalau nama Rajekwesi tetap dikenang di
dalam hati rakyat Bojonegoro sampai sekarang. Posted by Blogger Bojonegoro on Sunday, February 1, 2015 . Repos oleh: KIM Gapluk Ceria
0 komentar:
Posting Komentar